Pernahkah kita
merasakan qolbu bergetar tatkala membaca Al-Qur’an? Kemudian kulit kita
merinding, rambut-rambut halus di sekujur tubuh berdiri, suara
tiba-tiba menjadi serak, lalu air mata meleleh dan dada terasa lapang
setelahnya? Betapa nikmatnya ketika kita dapat merasakannya, baik saat
shalat maupun membaca Al-Qur’an di luar shalat. Mengapa perasaan seperti
itu tidak datang setiap waktu? Apakah situasi seperti secara mutlak mawaahib dimana kita tidak dapat mengusahakannya, atau sesuatu yang makaasib dimana dapat kita rekayasa untuk menghadirkannya?
Mengapa pada suatu saat hati dapat bergetar ketika dibacakan ayat-Nya,
kulit merinding, qolbu menjadi luluh untuk kemudian mengingat
Allah,..... tetapi pada waktu yang lain tidak? Sedangkan telinga yang
digunakan untuk mendengarkan adalah telinga yang sama, lidah yang kita
pakai untuk membaca juga lidah yang sama, dan hati yang digunakan untuk
memahami adalah hati yang sama? Bahkan ayat yang kita dengarkan juga
ayat yang sama? Tetapi mengapa atsarnya berbeda-beda?
Al-Qur’an adalah Kalamullah
yang menyimpan kekuatan potensial untuk menggerakannya. Kekuatan
potensial itu akan nyata ketika bertemu dengan qolbu yang hidup, yang
kondusif untuk itu. Jika bertemu dengan qolbu yang kehilangan daya
hidup, apalagi yang mati, maka potensi kekuatan untuk menggerakkan
tersebut tetap bersifat potensial, tapi tidak menjadi nyata. Allah
membuat permisalan, seandainya gunung (batu) yang kuat dan keras itu
dikaruniai akal dan nalar, maka akan tunduk dan terpecah-belah ketika
mendengarkan Al-Qur’an, karena takut kepada Allah; takut tidak dapat
memenuhi hak-Nya dan khawatir kurang dalam mengagungkan-Nya.
“Kalau
sekiranya kami turunkan Al-Quran Ini kepada sebuah gunung, pasti kamu
akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada
Allah. dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk manusia supaya
mereka berfikir.” (Al-Hasyr: 21)
Hal
itu mengandung celaan kepada manusia yang dikaruniai qolbu, akal,
pikiran, perasaan dan dapat membedakan yang haqq dari yang bathil,
tetapi tidak tergerak ketika mendengarkan Kalam-Nya.
Yang bergetar, Yang Penuh Iman
Ada
beberapa faktor yang berpengaruh secara bersamaan, sehingga
menghasilkan situasi yang pada suatu saat berbeda dengan saat yang lain.
Kalam-Nya yang mulia tidak berubah, tetapi lidah yang membacanya,
telinga yang mendengarkannya dan hati yang memahaminya berada pada
situasi yang berubah-ubah. Qolbu yang hidup adalah yang bersemayam di
dalamnya iman yang kuat, keimanan yang menggerakannya untuk melakukan
ketaatan kepada-Nya, dia melakukannya hanya karena-Nya, dengan
meneladani Nabi-Nya, yakin terhadap janji-Nya dan takut kepada kemurkaan
adzab-Nya. Qobu yang seperti ini akan mendengarkan apa yang memberikan
manfaat dan meninggalkan apa yang mendatangkan kerusakan. Lisannya
digerakan hanya untuk perkara yang mendatangkan kebaikan dan
meninggalkan apa yang mengakibatkan keburukan baginya.
Setiap kebaikan yang dikerjakan dan pencegahan keburukan yang
dilakukan oleh telinga dan lidahnya adalah tambahan bagi kekuatan iman
yang telah bersemayam di dalam qolbunya. Begitulah, sehingga kebaikan
bertambah-tambah dan kehidupan qolbu terus menyubur. Qolbu, telinga dan
lidah yang berada pada kondisi seperti itulah yang ketika lidahnya
memperdengarkan kalam-Nya, telinganya mendengarkan lantunan ayat-Nya,
kemudian qolbu memhaminya, maka akan hadir situasi yang seperti
digambarkan dalam firman-Nya:
“Gemetar
karenanya kulit orang-orang yang takut kepara Robbnya, kemudian
menjadi tenang kulit dan qolbu mereka mengingat Allah. Itulah petunjuk
Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya pemberi
petunjuk.” (Az-Zumar: 23)
“Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanannya” (Al-Anfaal: 2)
Sesungguhnya, jika semua faktor yng mempengaruhi datangnya situasi itu
terus ada, tidak mengalami degradasi, sensasi qolbu yang bergetar
tatkala mendengarkan lantunan kalam-Nya juga akan terus berulang. Hati
yang hidup itu akan menghasilkan produknya. Jika ada kemungkinan di
luar itu, hanya jika qolbu mengalami kebosanan, jenuh. Tetapi Al-Qur’an
yang diturunkan dengan hikmah dan kebijaksanaan-Nya, menjamin
terciptanya situasi akan terus berulang dalam suasana berbeda-beda
ketika ayat-ayat Al-Qur’an itu terus dibaca.
Qolbu Yang Sakit Ketika Mendengar Al-Qur’an
Jika qolbu yang mendengarkan berbagai ayat yang menggugah tersebut
beku (qolbu yang sama sekali mati, hati orang-orang kafir), hati
tersebut samasekali tak terpengaruh dan tidak tergetar meski yang
membacakannya seorang Nabi. Dikarenakan pada hati yang mayyit(mati) ada segelnya, sehingga seruan itu tidak dapat masuk, betapapun menggugahnya. Hati yang seperti ini terbungkus ron(kerak)
akibat pengingkarannya kepada Allah, ayat-ayat-Nya, dan hari pertemuan
dengan-Nya. Hati yang terkunci mati dan tersegel rapat. Wal’iyadzu billah.
Ada pula jenis qolbu yang yang tidak mati, tetapi juga tidak dalam
keadaan sehat dan hidup seperti hati orang-orang yang benar
keimanannya, yakni hati yang sedang sakit atau qolbun maridh. Seruan
Al-Qur’an tidak mampu menggugah dan menggerakannya, karena qolbu tidak
memiliki daya hidup yang cukup untuk merespon seruan yang menghidupkan
tersebut. Kuat lemahnya pengaruh yang ditimbulkan tergantung seberapa
parah sakit yang menderanya.
Jika kondisi ini segera disadari, dan dilakukan terapi dengan taubat,
secara berangsur hati akan kembali membaik. Musibahnya, jika dibiarkan
saja maka akan terjadi degradasi iman yang tidak terbendung. Jika sudah
begitu, tatkala membaca Al-Qur’an kemudian menemukan ayat janji,
syaithan pun dengan mudah mengelabuinya. Seakan janji-janji itu untuk
dirinya sedangkan ancaman yang ada untuk orang lain. Ketika mendapati
sifat-sifat jannah dan penghuninya seolah dirinyalah yang dimaksud.
Sebaliknya ketika mendapati ayat-ayat tentang neraka dan ahlinya, maka
orang lain yang dimaksud, sedangkan dirinya selamat dari hal itu. Wal-‘iyaadzu billah.
sumber: http://pusdamm.blogspot.co.id/2011/05/bergetarkah-hati-kita.html
0 komentar:
Posting Komentar